Tentang Medika

Foto saya
Bandung, jawa barat, Indonesia
Mencoba memenuhi keingitahuan terhadap kegiatan Pemerintahan, dengan membahas hal-hal umum sampai yang mendetail mengenai kultur,struktur serta prosedur dalam proses penyelenggaraannya

Selasa, 05 Juli 2011

Peraturan Perundang-undangan mengenai Pelayanan Publik


Berikut merupakan Peraturan-Perundang-Undangan yang mengatur/ mendasari Pelayanan Publik di Indonesia:

UNDANG-UNDANG NO.25 TAHUN 2009, download

PP NO.6 TAHUN 2005, download

PERMENDAGRI NO. 4 TAHUN 2010, download

PERMENDAGRI NO.79 TAHUN 2007, download

PERMENDAGRI NO.35 TAHUN 2010, download

PERMENDAGRI NO.26 TAHUN 2006, download

PERMENDAGRI NO.24 TAHUN 2006, download

PERMENDAGRI NO.20 TAHUN 2008, download

KEPMENPAN NOMOR 26 TAHUN 2004, download selengkapnya baca.....

Senin, 04 Juli 2011

Pengawasan dan Pemeriksaan Pemerintahan



Pokok Bahasan I : Pengertian-pengertian Wasrik
Sub Pokok Bahasan I : 1. Pengertian Pengawasan
2. Pengertian Pemeriksaan
3. Wasrik Dengan Ruang Lingkupnya

Pendahuluan
Pengawasan adalah salah satu fungsi dasar manajemen yaitu pengamatan agar tugas-tugas yang telah direncanakandilaksanakan dengan tepat sesuai rencana, dan apabila terdapat penyimpangan diadakan tindakan-tindakan perbaikan (George R Terry).
Pemeriksaan sebagai-bagian dari penyelenggaraan pengawasan yang merupakan salah satu fungsi manajemen pemerintahan di Indonesia.
Pemerintahan (Government) menunjukkan kegiatan atau proses memerintah, yaitu melaksanakan control atas pihak lain (the activity or the process of governing).

Ad. 1. Pengertian Pengawasan (controlling)
* George R Terry dalam bukunya “Principles of management” menyatakan pengawasan sebagai proses untuk mendeterminir apa yang akan dilaksanakan, mengevaluir pelaksanaan dan bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana.
* Henry Fayol dalam bukunya “General Industrial Management” menyatakan, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
* Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel dalam bukunya “Principles of Management” menulis bahwa, pengawasan adalah penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang digunakan untuk mencapainya dilaksanakan.
* S. P Siagian dalam bukunya “Filsafat Administrasi” memberikan definisi tentang pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
* Sarwoto dalam bukunya “Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen” menyatakan sebagai berikut: pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.

Ad. 2. Pengertian Pemeriksaan (Auditing)
* Alvin A. Arens dan James K. Loebbecke yang diterjemahkan oleh John B Pasaribu dan Moh. Badjuri dalam bukunya “Auditing, Suatu Pendekatan Terpadu” menyatakan sbb: Auditing adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti-bukti oleh orang yang bebas pengaruh dan berkompetensi dalam hal bahan-bahan informasi yang dapat dikumpulkan mengenai satuan ekonomi tertentu dengan tujuan menentukan dan melaporkan tingkat persesuaian antara informasi-informasi yang dapat dikumpulkan itu dengan criteria atau standar-standar yang sudah ditentukan.
* R Soemita Adikoesoema dalam bukunya “Auditing, Norma-norma dan Prosedur Pemeriksaan” menyatakan sbb: pemeriksaan (auditing) ialah proses akumulasi dan evaluasi dari bukti-bukti oleh seorang yang bebas (tidak memihak) dan kompeten tentang informasi kuantitatif dari suatu kesatuan ekonomis khusus untuk tujuan penetapan dan pelaporan tingkat hubungan antara informasi kuantitatif dari kriteria yang telah ditetapkan.
* Taylor dan Glezen dalam R Soemita Adikoesoema mengutip sbb:
a) Pemeriksaan (auditing) dalam arti luas ialah suatu fungsi yang meliputi pemeriksaan dari penyajian seseorang.
b) Pemeriksaan (auditing) dalam arti kata sempit adalah pemeriksaan keuangan, yang menguraikan pemeriksaan sistematis dari laporan-laporan keuangan, catatan-catatan atau buku-buku dan operasi-operasi yang bersangkutan, untuk menetapkan apakah sesuai dengan prinsip-prinsip akunting yang ditetapkan secara umum, kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan dan kebutuhan-kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.
* Sujamto dalam bukunya “beberapa pengertian di Bidang Pengawasan” menyatakan sbb: pemeriksaan adalah salah satu cara atau bentuk atau teknik pengawasan dengan jalan mengamati, mencatat/merekam, menyelidiki dan menelaah secara cermat dan sistematis, serta menilai dan menguji segala informasi yang berkaitan dengan obyek pemeriksaan dan menuangkan hasilnya dalam suatu berita acara pemeriksaan (BAP).

Ad.3. Wasrik Dengan Ruang Lingkupnya
- Pengawasan bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah berulangnya kelemahan-kelemahan itu.
- Pengawasan beroperasi terhadap segala hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan, maupun hal-hal lainnya.
- Pengawasan manajemen perusahaan untuk memaksa agar kejadian-kejadian sesuai dengan rencana.
Jadi pengawasan hubungannya erat sekali dengan perencanaan, dapat dikatakan bahwa “perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi dari sebuah mata uang” artinya rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dengan tanpa ada alat untuk mencegahnya.
Pemeriksaan adalah suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan.
Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pemeriksaan itu pada umumnya meliputi pengamatan, pencatatan/perekaman, penyelidikan dan penelaahan secara cermat dan sistematis serta penilaian dan pengujian segala informasi yang berkaitan dengan obyek pemeriksaan yang dapat berupa system, pekerjaan, atau kegiatan dapat pula berupa dokumen, bangunan, dan barang-barang lainnya bahkan dapat pula berupa manusia.
Hasil kegiatan dalam rangka pemeriksaan tersebut dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Pengawasan dan Pemeriksaan Pemerintahan
Pokok Bahasan II : Proses Pengawasan
Sub Pokok Bahasan II : 1. Menetapkan Standar Pengawasan;
2. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan;
3. Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan;
4. Tindakan Koreksi (Corrective Action).

Proses Pengawasan: adalah Proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana.
Artinya pengawasan itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang menjadi tugas dan tanggungjawab manajemen terselenggarakan.

Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial, langkah-langkah pokok ini menurut George R Terry meliputi:
1) Menetapkan standar pengawasan;
2) Mengukur pelaksanaan pekerjaan;
3) Membandingkan standar pengawasan dengan hasil pelaksanaan pekerjaan;
4) Tindakan koreksi (corrective action).

Ad.1. Menetapkan Standar Pengawasan
Standar Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur) yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak.
Standar pengawasan mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:
a) Rencana yang telah ditetapkan;
b) Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku;
c) Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan;
Aspek a) rencana yang telah ditetapkan tercakup:
- Kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak dicapai;
- Sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki;
- Faktor waktu penyelesaian pekerjaan.

Aspek b) ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku tercakup:
- Ketentuan tentang tata kerja;
- Ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja);
- Peraturan per UU-an yang berkaitan dengan pekerjaan;
- Kebijaksanaan resmi yang berlaku, dll.

Aspek c) prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan tercakup:
- Aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan telah terpenuhi:
- Pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai semestinya apabila efisien dan efektivitasnya diabaikan, artinya kehemetan dalam penggunaan dana, tenaga, material dan waktu.

Keterangan: Ketiga aspek/unsure di atas, merupakan standar bagi pengawas dalam mengukur dan menilai obyek atau pekerjaan yang diawasi dan disebut juga sebagai standar pengendalian dan juga sebagai standar pelaksanaan.

Ad.2. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan
Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakan dapat dilakukan melalui antara lain:
a) Laporan (lisan dan tertulis);
b) Buku catatan harian tentang itu;
c) Bagan;
d) Jadwal atau grafik produksi/hasil;
e) Insfeksi atau pengawasan langsung;
f) Pertemuan/konferensi dengan petugas-petugas yang bersangkutan;
g) Suvei yang dilakukan oleh tenaga staf atau melalui penggunaan alat teknik.

Ad.3. Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan
Aktifitas tersebut di atas merupakan kegiatan yang dilakukan pembandingan antara hasil pengukuran dengan standar.
Maksudnya, untuk mengetahui apakah diantaranya terdapat perbedaan dan jika ada, maka seberapa besarnya perbedaan tersebut kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.

Ad.4. Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebabnya perbedaan, dan letak sumber perbedaan, maka langkah terakhir adalah mengusahakan dan melaksanakan tindakan perbaikannya.
Dari kegiatan tersebut di atas ada perbaikan yang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang tidak mungkin untuk diperbaiki dalam waktu rencana yang telah ditentukan.
Untuk solusinya maka perbaikan dilaksanakan pada periode berikutnya dengan cara penyusunan rencana/ standar baru, disamping membereskan factor lain yang menyangkut penyimpangan tersebut, antara lain:
- Reorganisasi;
- Peringatan bagi pelaksana yang bersangkutan, dsb.







Pengawasan dan Pemeriksaan Pemerintahan
Pokok Bahasan III : Jenis-jenis Pengawasan
Sub Pokok Bahasan III : 1. Aspek Lembaga
2. Aspek Waktu
3. Aspek Jarak
4. Aspek Ruang

Ad.3.1. Aspek Lembaga
Aspek Lembaga terdiri atas:
a) Pengawasan atasan Langsung (pengawasan melekat/waskat);
b) Pengawasan fungsional;
c) Pengawasan politis (DPR/DPRD);
d) Pemeriksaan BPK;
e) Pengawasan dan pemeriksaan lainnya.

Ad.a. Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan Melekat/Waskat)
Dasar: Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri dari:
(a) Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah;
(b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dalam butir (a) adalah merupakan pengawasan atasan langsung, sesuai dengan bunyi pasal 3 sebagai berikut:
(1) Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan di lingkungan departemen/lembaga instansi lainnya, menciptakan pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya didalam lingkungan tugasnya masing masing;
(2) Pengawasan melekat dimaksud dalam ayat (1) dilakukan:
a. Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian tugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula;
b. Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan;
c. Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan hubungan antar berbagai kegiatan beserta sasaran yang harus dicapainya;
d. Melalui procedure kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahan;
e. Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggung-jawaban, baik mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan;
f. Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.
(3) Adanya aparat pengawasan fungsional dalam suatu organisasi pemerintahan tidak mengurangi pelaksanaan dan peningkatan pengawasan melekat yang harus dilakukan oleh atasan terhadap bawahan.

Rumus:
WASKAT = PAL + SPM

WASKAT = Pengawasan Melekat
PAL = Pengawasan Atasan Langsung
SPM = Sistem Pengendalian Majanemen
Apabila pengertian pengawasan melekat dan pengawasan atasan lansung kita kaitkan dengan pengertian pengendalian maka pengawasan atasan langsung tidak lain adalah pengendalian itu sendiri.
Rumus:


PAL = Pengawasan Atasan Langsung
DAL = Pengendalian

Ad.b. Pengawasan Fungsional (WASNAL)
Pasal 4 ayat (4) Inpres No. 15 Tahun 1983 menyatakan bahwa pengawasan fungsional terdiri dari:
(1) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP);
(2) Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen/instansi pemerintah lainnya;
(3) Inspektorat Wilayah Provinsi;
(4) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota Madya.

Penjelasan: Pengawasan fungsional (WASNAL) adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi tanggungjawabnya.

Ad.c. Pengawasan Politis (DPR/DPRD)
Pengawasan politis disebut juga pengawasan informal karena biasanya pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan ini juga sering pula disebut social control.
Contoh-contoh pengawasan jenis ini misalnya pengawasan melalui surat-surat pengaduan masyarakat, melalui media masa dan melalui badan-badan perwakilan rakyat.
Social control sebagai pengawasan politis melalui jalur lembaga-lembaga perwakilan pada saat sekarang sudah terasa semakin mantap, di tingkat pusat pengawasan oleh DPR-RI atas jalannya pemerintah dan pembangunan terasa semakin intensif dan melembaga antara lain melalui forum rapat kerja komisi dengan pemerintah dan forum dengar pendapat (hearing) antara komisi-komisi DPR-RI dengan para pejabat tertentu, begitu juga yang dilaksanakan di Daerah antara Pemda dengan DPRD yang bersangkutan.

Ad.d. Pemeriksaan BPK
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia berada di luar susunan organisasi pemerintah (Pemerintah dalam arti yang sempit).
BPK tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan (Presiden), tetapi BPK mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia.










Ad.e. Pengawasan dan Pemeriksaan Lainnya
Dalam pengawasan dan pemeriksaan lainnya merupakan pengawasan umum yaitu suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap segala kegiatan pemerintah daerah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintah daerah dengan baik.
Pengawasan umum terhadap pemerintah daerah dilakukan oleh Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota kepada Daerah sebagai wakil pemerintah di daerah yang bersangkutan. Bagi Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota, pengawasan atas jalannya pemerintahan Daerah (melalui pengawasan prepentif, pengawasan represif, dan pengawasan umum) adalah merupakan salah satu tugas pokoknya yang ditugaskan oleh undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Artinya bukan sekedar sebagai fungsi manajemen biasa.
Mendagri dalam menjalankan tugas dibidang pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah dalam prakteknya dibantu oleh inspektur jenderal dalam pengawasan umum dan dirjen pemerintahan umum dan dirjen otonomi daerah dalam hal pengawasan prepentif dan pengawasan represif.
Ditingkat provinsi, gubernur dibantu oleh inspektorat wilayah provinsi dalam hal pengawasan umum sedangkan pengawasan prepentif dan pengawasan represif Gubernur dibantu oleh sekretariat Daerah (c.q. Biro Hukum dalam produk peraturan perundang-undangan yang menyangkut perda).

Ad.2. Aspek Waktu
Didalam Aspek Waktu terdapat antara lain:
a) Pengawasan Prepentif;
b) Pengawasan Represif.

Ad.a. Pengawasan Prepentif
Jenis pengawasan prepentif adalah pengawasan atas jalannya pemerintah daerah yang sekarang diatur dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.
Secara umum arti pengawasan prepentif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, ini berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang bersifat rencana.
Pengawasan prepentif mengandung prinsip bahwa Peraturan Daerah dan keputusan Kepala Daerah mengenai pokok tertentu harus berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, cara dari pemerintah melakukan pengawasan:
Pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yaitu terhadap rancangan Perda yang mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Mendagri untuk Raperda Provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda Kabupaten/Kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal.
Pembinaan atas penyelenggaraan Pemda adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Gubernur selaku wakil Pemerintahan di Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi Daerah.
Pembinaan oleh Pemerintah, Menteri dan Pimpinan lembaga pemerintah non departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Mendagri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh Gubernur untuk pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan Pemda adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemda berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan Per UU-an yang berlaku.
Pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap Perda dan Peraturan Kepala Daerah.

Ad.b. Pengawasan Represif
Pengawasan Represif mempunyai pengertian secara umum sebagai pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan. Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari pengawasan prefentif. Pemerintah melakukan cara sebagai berikut:
Pengawasan terhadap semua Perda diluar dari Raperda yang mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah, APBD, dan RUTR, yaitu setiap Perda wajib disampaikan kepada Mendagri untuk Provinsi dan Gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk memperoleh Klarifikasi. Terhadap Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara Pemda apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara Pemda tersebut.
Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali suatu Daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan Daerah baik Perda, keputusan Kepala Daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan Per UU-an.

Ad.3. Aspek Jarak
Aspek jarak terdiri atas:
a) Pengawasan Langsung;
b) Pengawasan Tidak Langsung

Ad.a. Pengawasan Langsung
Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi dan melakukan Pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek yang diawasi.
Jika pengawasan langsung ini dilakukan terhadap proyek pembangunan fisik, maka yang dimaksud dengan pemeriksaan di tempat atau pemeriksaan setempat itu dapat berupa pemeriksaan administrative atau pemeriksaan fisik dilapangan.
Kegiatan untuk secara langsung melihat pelaksanaan dari dekat ini, bukan saja perlu dilakukan oleh perangkat pengawasan akan tetapi lebih perlu lagi dilakukan oleh manajer atau pimpinan yang bertanggungjawab atas pekerjaan itu. Dengan demikian ia dapat melihat dan menghayati sendiri bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan, dan bila dianggap perlu dapat diberikan petunjuk-petunjuk dan instruksi-instruksi ataupun keputusan-keputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan, inilah perwujudan nyata dari fungsi pengendalian yang dilaksanakan oleh manajemen.
Kegiatan untuk melihat langsung ditempat pelaksanaan pekerjaan, baik yang dilakukan oleh pimpinan (manajer) yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pekerjaan maupun oleh petugas pengawasan itulah yang disebut inspeksi.
Inspeksi ini adalah istilah yang lebih dikaitkan dengan kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat pengawasan.

Ad.b. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung adalah merupakan kebalikan dari pengawasan langsung, artinya pengawasan tidak langsung itu dilakukan dengan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang diawasi atau tegasnya dilakukan dari jarak jauh, yaitu “dari belakang meja” caranya ialah dengan mempelajari dan menganalisa segala dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi.
Dokumen-dokumen itu antara lain dapat berupa:
1) Laporan dari pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala ataupun laporan insidentil;
2) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh dari perangkat pengawasan lain;
3) Surat-surat pengaduan;
4) Berita atau artikel di media massa;
5) Dokumen-dokumen lainnya.

Disamping melalui dokumen-dokumen tertulis tersebut, pengawasan tidak langsung dapat pula mempergunakan bahan laporan lisan dan keterangan-keterangan lisan lainnya.
Sesuai dengan sifatnya yang demikian itu kiranya dapat dimengerti bahwa pengawasan tidak langsung itu merupakan cara pengawasan yang banyak mengandung kelemahan, karena segala bahan-bahan informasi tersebut belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak langsung sebaiknya hanya dapat dipakai sebagai pembantu atau pelengkap terhadap pengawasan langsung, terutama bila akan menyangkut pengambilan keputusan yang penting-penting.

Ad.4. Aspek Ruang
Janis-jenis pengawasan dalam aspek ruang terdiri atas:
a) Pengawasan intern;
b) Pengawasan ekstern;

Ad.a. Pengawasan Intern (Internal Control)
Pengawasan intern adalah merupakan kebalikan dari pengawasan ekstern, karena pengertian intern yang berarti “dari dalam” itu memang merupakan kebalikan dari ekstern yang berarti “dari luar” apabila ditinjau dari pemerintah BPKP merupakan pengawasan intern pemerintah, dan inspektorat jenderal ditinjau dari departemen merupakan pengawasan intern departemen yang bersangkutan.
Contoh lain inspektorat wilayah provinsi ditinjau dari provinsi yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah Kabupaten/Kota ditinjau dari Kabupaten/Kota yang ber-sangkutan.
Penjelasan: Istilah pengawasan intern disini adalah sama sekali berbeda dengan Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) yang oleh para ahli juga disebut Sistem Pengawasan Intern (SPI) atau Sistem Pengendalian Intern.

Ad.b. Pengawasan Ekstern (External Control)
Secara harafiah, pengawasan ekstern berarti “pengawasan dari luar” dalam pengawasan ekstern subyek pengawasan yaitu si pengawas berada di luar susunan organisasi obyek yang diawasi.
Contoh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia berada diluar susunan organisasi pemerintah (pemerintah dalam arti yang sempit). Ia tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan (Presiden) tetapi BPK mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Contoh lain adalah pengawasan yang dilakukan oleh BPKP terhadap departemen dan lembaga pemerintah lainnya meskipun apabila dipandang dari segi pemerintah, BPKP itu merupakan perangkat pengawasan intern.
Contoh lain lagi adalah inspektorat jenderal, ditinjau dari komponen-komponen di departemen yang bersangkutan inspektorat jenderal adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern, meskipun irjen merupakan perangkat pengawasan intern departemen yang bersangkutan.








Pengawasan dan Pemeriksaan Pemerintahan
Pokok Bahasan V : Pengawasan Pemerintahan Indonesia
Sub Pokok Bahasan V : 1. Pengawasan Dalam Organisasi Pemerintahan
2. Pengawasan Melekat (Waskat)
3. Pengawasan Fungsional (Wasnal)

Ad.1. Pengawasan Dalam Organisasi Pemerintahan
a. Landasan Kebijakan Pengawasan;
b. Jenis-jenis Pengawasan;
c. Upaya Peningkatan Pengawasan.

Pengertian pengawasan dan pemeriksaan pemerintahan adalah penilaian dan analisis dari pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan di daerah dapat berjalan sesuai dengan standar dan kebijakan pemerintah yang berdasarkan peraturan Per UU-an dengan memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan terhadap pejabat yang berwenang.

a. Landasan Kebijakan Pengawasan
Dasar hukum pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah:
1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 217 - 223);
2) PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman, Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
3) Permendagri No. 23 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan daerah;
4) Permendagri No. 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota;

b. Jenis-jenis Pengawasan;
1) Aspek Lembaga terdiri dari:
(a) Pengawasan atasan langsung (Waskat);
(b) Pengawasan fungsional (Wasnal);
(c) Pengawasan Politis (DPR/DPRD);
(d) Pemeriksaan BPK;
(e) Pengawasan dan pemeriksaan lainnya, yaitu Pelaksanaan urusan pemerintahan umum dan pelaksaan urusan pemerintahan daerah.
2) Aspek Waktu
(a) Pengawasan Prepentif;
(b) Pengawasan Represif.
3) Aspek Jarak
(a) Pengawasan Langsung;
(b) Pengawasan Tidak Langsung.
4) Aspek Ruang
(a) Pengawasan Intern;
(b) Pengawasan Ekstern.

c. Upaya Peningkatan Pengawasan.
Dalam upaya peningkatan pengawasan dalam organisasi pemerintahan, penajaman prioritas sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 23 Tahun 2007 adalah penguatan pengawasan bidang Pemerintahan Dalam Negeri. Dalam PP No. 79 Tahun 2005 ditekankan antara lain: Pengawasan Administrasi Umum Pemerintahan meliputi:
- Kebijakan Daerah;
- Kelembagaan (tentang organisasi perangkat daerah), yaitu penataan organisasi;
- Pegawai daerah;
- Keuangan daerah;
- Barang Daerah.
Pengawasan umum pemerintahan itu meliputi baik urusan wajib ataupun urusan pilihan.
Pengawasan lainnya meliputi:
- Dana dekonsentrasi;
- Tugas pembantuan;
- Kebijakan pinjaman hibah luar negeri;
Kebijakan operasional pengawasan
1) Sasaran pemeriksaan rencana pengawasan tahunan (RPT), yaitu dituangkan dalam PKPT (Program Kerja Pengawasan Tahunan);
2) Pemeriksaan khusus akhir jabatan KDH;
3) Monitoring dan evaluasi terhadap administrasi umum pemerintahan dan urusan pemerintahan;
4) Pemeriksaan terhadap pengelolaan dana otonomi khusus;
5) Pemeriksaan pengaduan instansi atau masyarakat;
6) Pemeriksaan atas permintaan pejabat berwenang (laporan dana PILKADA);
7) Pemeriksaan kinerja penerimaan Negara (pajak ataupun bukan pajak);
8) Pemeriksaan tugas pokok dan fungsi oleh IRJEN terhadap ITWIL;
9) Pemeriksaan tindak lanjut atas pemeriksaan uang Negara oleh BPK.

Ad.2. Pengawasan Melekat (Waskat)
A. Tujuan Pengawasan Melekat
Tujuannya adalah sebagai segala usaha atau kegiatan untuk mengendalikan atau menjamin dan mengarahkan agar sesuatu tugas atau pekerjaan berjalan dengan semestinya.

B. Prinsip-prinsip Waskat
1) Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian tugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula;
2) Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan;
3) Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan hubungan antara berbagai kegiatan beserta sasaran yang harus dicapainya;
4) Melalui prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahan;
5) Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggungjawaban, baik mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan;
6) Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.

C. Program Peningkatan Waskat
1) Sarana pengawasan melekat;
2) Manusia dan budaya;
3) Tugas pokok dan fungsi unit kerja;
4) Langkah-langkah pelaksanaan pengawasan melekat;
5) Pelaporan pengawasan melekat.

Ad.3. Pengawasan Fungsional (Wasnal)
A. Pengertian Pengawasan Fungsional (Wasnal)
Pengawasan Fungsional (Wasnal) adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan (Manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi tanggungjawabnya.

B. Aparat Pengawasan Fungsional
Aparat pengawasan fungsional terdiri atas:
- BPKP;
- Inspektorat Jenderal Departemen;
- Aparat Pengawas Lembaga Pemerintah Non Departemen Instansi Pemerintah Lainnya;
- Inspektorat Wilayah Provinsi;
- Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota.
C. Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan Fungsional
Kegiatan pengawasan dilaksanakan berdasarkan rencana program kerja pengawasan tahunan yang disusun sebagai berikut:
(1) Aparat pengawasan fungsional menyusun rencana kerjanya dalam bentuk usulan program kerja pengawasan tahunan;
(2) Usulan program kerja tahunan pengawasan tahunan tersebut disusun oleh BPKP menjadi program kerja pengawasan tahunan setelah berkonsultasi dengan aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan.

D. Koordinasi Pelaksanaan Pengawasan Fungsional
Untuk menjamin keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pengawasan Kepala BPKP memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Negara perencanaan pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS mengenai anggaran pelaksanaan program kerja pengawasan tahunan.
Dalam merumuskan kebijaksanaan pengawasan dan secara terus menerus memimpin dan mengikuti pelaksanaannya Wakil Presiden dibantu oleh Menko Perekonomian dan Kepala BPKP.

E. Pelaporan Pengawasan Fungsional (Wasnal)
1) Hasil pelaksanaan pengawasan, baik berdasarkan program kerja, pengawasan tahunan maupun berdasarkan pengawasan khusus, dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional masing-masing kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Instansin/Ybs. dengan tembusan kepada Kepala BPKP disertai saran tindak lanjut mengenai penyelesaian masalah yang terungkap daripadanya;
2) Menko Perekonomian dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan instansi Pemerintah/Ybs. dengan tembusan kepada Kepala BPKP, khusus untuk masalah yang mempunyai dampak luas baik terhadap jalannya pemerintahan maupun terhadap kehidupan masyarakat;

3) Menko Perekonomian menyampaikan laporan hasil kerja pelaksanaan pengawasan kepada Presiden dengan tembusan kepada Wakil Presiden.

F. Tindak Lanjut Pengawasan Fungsional (Wasnal)
1) Tindakan administratif sesuai dengan peraturan per UU-an di bidang kepegawaian termasuk penerapan hukuman disiplin sesuai dengan peraturan disiplin PNS;
2) Tindakan tuntutan/gugatan perdata, antara lain:
- tuntutan ganti rugi/penyetoran kembali;
- tuntutan perbendaharaan;
- tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi, dll.;
3) Tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya kepada Kepolisian Negara RI dalam hal terdapat indikasi tindak pidana umum, atau kepada Kejaksaan Agung RI dalam hal terdapat indikasi tindak pidana khusus, seperti korupsi, dll.;
4) Tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah di bidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.













Pengawasan dan Pemeriksaan Pemerintahan

Pokok Bahasan VI : Sistem Informasi Pegawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Sub Pokok Bahasan VI : 1. Sistem Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
a. Aplikasi Pemeriksaan Reguler
b. Aplikasi Pemeriksaan Akhir Masa Jabatan Kpala Daerah
c. Aplikasi Pengaduan Masyarakat
2. Tindak Lanjut LHP BPK oleh DPRD
3. Tindak Lanjut LHP BPK oleh PEMDA


Ad.1. Sistem Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan per UU-an.

Sistem informasi Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional (SIWASDANAS), adalah sebuah sistem aplikasi untuk menangani mekanisme pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tingkat nasional yang berbasis web yang dapat diakses secara online melalui internet.

Sistem aplikasi berbasis web adalah suatu aplikasi yang dapat diakses melalui web browser.

Web browser adalah suatu perangkat lunak yang berfungsi sebagai sarana untuk mengakses aplikasi berbasis web.

Online adalah suatu mekanisme pemasukan data secara langsung dari komputer yang terhubung dalam jaringan internet ke database aplikasi Siwasdanas.
Intranet adalah suatu jaringan privat dengan sistem dan hirarki yang sama dengan internet dan hanya digunakan secara internal. Dalam hal ini di lingkungan Inspektorat Jenderal Depdagri RI, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota.

Database aplikasi Siwasdanas adalah pangkalan data atau basis data untuk keperluan penyediaan informasi pemeriksaan dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Ruang lingkup Siwasdana meliputi:
a. Aplikasi pemeriksaan regular;
b. Aplikasi Pemeriksaan Akhir Masa Jabatan KDH;
c. Aplikasi Pengaduan Masyarakat.

Ad.a. Aplikasi pemeriksaan regular
Digunakan Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota, meliputi:
1) Perencanaan dan persiapan mulai dari pembutan peta pengawasan tahunan, pembuatan program kerja pengawasan tahunan sampai dengan pembuatan program kerja pemeriksaan;
2) Pelaksanaan pemeriksaan, mulai dari pembuatan kertas kerja pemeriksaan, pembuatan laporan hasil pemeriksaan;
3) Evaluasi dan monitoring mulai dari tindak lanjut dan pemutahiran hasil pemeriksaan.

Ad.b. Aplikasi Pemeriksaan Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah
Digunakan Inspektorat Jenderal dan Inspektorat Provinsi, meliputi:
1) Perencanaan dan persiapan yang meliputi pembuatan peta pamjab, program kerja tahunan dan program kerja pemeriksaan;
2) Pembentukan tim pemeriksa;
3) Pembetukan laporan hasil pemeriksaan.
Ad.c. Aplikasi Pengaduan Masyarakat.
Digunakan Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota, meliputi:
1) Penerimaan pengaduan masyarakat melalui online portal aplikasi pengaduan masyarakat, surat dan/atau telepon;
2) Perencanaan dan persiapan yang meliputi pembuatan program kerja tahunan dan program kerja pemeriksaan;
3) Pembuatan laporan hasil pemeriksaan.


Ad.2. Tindak Lanjut LHP BPK oleh DPRD
a. DPRD menerima laporan hasil pemeriksaan BPK;
b. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK meliputi:
1) Laporan hasil pemeriksaan keuangan;
2) Laporan hasil pemeriksaan kinerja; dan
3) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
c. DPRD meminta pemerintah daerah untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK;
d. DPRD dapat meminta laporan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dari pemerintah daerah.

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, dapat berupa:
a. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
b. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
c. Opini tidak wajar (adversed opinion); atau
d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

DPRD melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah atas pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, dapat berupa:

a. Pengawasan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan keuangan;
b. Pengawasan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan kinerja
c. Pengawasan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

DPRD melakukan monitoring kepada pemerintah daerah atas pelaksanaan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan, terdiri atas:
1) DPRD dapat memberikan dorongan kepada Pemda untuk mempertahankan kualitas opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion / dalam penyelenggaraan pemerintahan);
2) DPRD dapat melakukan Pengawasan dan monitoring kepada Pemda untuk mendorong temuan ataupun rekomendasi dikoreksi opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
3) DPRD dapat mengusulkan kepada Kepala Daerah untuk menegur memberi saran dan/atau arahan yang sifatnya memotivasi SKPD sesuai dengan tingkat, berat ringan dan sifat temuan opini tidak wajar (adversed opinion);
4) DPRD dapat meminta keterangan dari BPK dan keterangan dan/atau klarifikasi dari Pemda terkait pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).


Ad.3. Tindak Lanjut LHP BPK oleh PEMDA
Pemerintah Daerah menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK yang tidak dimintakan penjelasan dan/atau tidak dimintakan pemeriksaan lanjutan oleh DPRD kepada BPK dengan membentuk Tim Tindak Lanjut.

Pemerintah Daerah melaporkan hasil pelaksanaan tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK kepada:
a. BPK; dan
b. DPRD.


DPRD dan pemerintah Daerah mendorong BPK untuk memutahirkan data status temuan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK yang tercantum dalam situs BPK sesuai tindak lanjut yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Tim tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan BPK yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah, terdiri atas:
a. Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota selaku penanggungjawab;
b. Inspektur Provinsi/Kabupaten/Kota selaku sekretaris;
c. Para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait selaku anggota.
selengkapnya baca.....

Pengertian-Pegertian STRATEGI DAN PELAYANAN PUBLIK

Porter (1985) mengatakan bahwa strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing.

Adrew (1980) mengatakan bahwa strategi adakah kekuatan motivasi untuk stakeholders, seperti stakeholders, debtholders, manajer, karyawan, konsumen, kontinuitas, pemerintah, dan sebagainya, yang baik secara langsung maupu tidak langsung menerima keuntungan atau biaya yang ditimbulkan oleh semua tindakan yang dilakukan perusahaan.

Argyris et. al. (1985) mengatakan bahwa strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eskternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.

Hamel & Prahald (1995) mengatakan strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapka oleh para pelanggan di masa depan.

Menurut Alfred Chandler:
The determination of the basic long-term goals and objectives of an enterprise, and the adoption of courses of action and the allocation of resources necessary for carrying out these goals.
Menurut James Brian Quin:
The pattern or plan that integrates an organization’s major goals, policies, and action squences into a cohesive whole.
Menurut William F. Glueck:
A unified, comprehensive, and integrated plan designed to ensure that the basic objectives of the enterprises are achieved.
Menurut Henry Mintzberg:
A pattern in a stream of decisions or actions.
Menurut Wikipedia:
A long term plan of action designed to achieve a particular goal, most often “winning”.
Kutipan dari buku Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer, Strategik di Tengah Operasional / J. Hutabarat dan M. Huseini, dikatakan bahwa: Dalam bidang manajemen, definisi mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi dari beberapa ahli dan pengarangnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (dalam buku “Exploring Corporate Strategy”) misalnya mendefinisikan strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai PERSPECTIF, strategi sebagai POSISI, strategi sebagai PERENCANAAN, strategi sebagai POLA kegiatan, dan strategi sebagai “PENIPUAN” (Ploy) yaitu muslihat rahasia.Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian. Dari berbagai pengertian dan definisi mengenai strategi, secara umum dapat didefinisikan bahwa strategi itu adalah rencana tentang serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan.
• Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Didalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategi dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut.
Contoh berikut menggambarkan perbedaannya, "Strategi untuk memenangkan keseluruhan kejuaraan dengan taktik untuk memenangkan satu pertandingan".
Pada awalnya kata ini dipergunakan untuk kepentingan militer saja tetapi kemudian berkembang ke berbagai bidang yang berbeda seperti strategi bisnis, olahraga (misalnya sepak bola dan tenis), catur, ekonomi, pemasaran, perdagangan, manajemen strategi, dll.
• Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo,2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani
• Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
selengkapnya baca.....

NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PEMILU


Pasca Gerakan Reformasi 1998, Indonesia mengalami proses transisi yang melibatkan pelembagaan politik sebagai upaya konsolidasi demokrasi dan desentralisasi pemerintahan. Proses transisi ini telah menghasilkan beberapa hal positif bagi bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya meningkatkan partisipasi politik rakyat, tapi juga menimbulkan kekhawatiran yang cukup besar akan dampak negatifnya.
Lebih dari itu, gerakan netralitas birokrasi juga memunculkan pluralisme birokrasi (bureaucratic pluralism), dimana format kebijakan lebih merupakan hasil dari kompetisi aktor-aktor ketimbang monopoli negara. Salah satu indikasi penting yaitu peluang untuk mempengaruhi kebijakan publik lebih dimungkinkan dan juga relatif meningkatnya tanggung jawab birokrasi terhadap masalah-masalah sosial dan tekanan sosial.

Salah satu faktor kekuatan yang menjadi harapan bala bantuan pelaksanaan pemilu adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang berjumlah 3,9 juta lebih. Tingkat pendidikan dan pengetahuan mereka memadai serta jaringan yang tersebar di seluruh pelosok desa, maka patut diperhitungkan untuk memanfaatkan sumber daya PNS dalam menyukseskan pemilu. Meski demikian, ada beberapa hal yang patut dicermati guna mengurangi ekses negatif keterlibatan PNS dalam pemilu. Netralitas PNS Sejarah birokrasi di Indonesia menunjukkan, PNS selalu merupakan obyek politik dari kekuatan partai politik (parpol) dan aktor politik. Jumlahnya yang signifikan dan fungsinya yang strategis dalam menggerakkan anggaran keuangan negara selalu menjadi incaran tiap parpol untuk menguasai dan memanfaatkan PNS dalam aktivitas politik. Saat-saat menjelang pemilu, aktivitas politik partisan PNS menjadi kian intensif karena partisipasinya untuk mendukung kampanye secara terbuka maupun terselubung amat efektif. Bagi parpol, keterlibatan PNS akan amat membantu dan mempermudah pelaksanaan kampanye yang sering terjadi melalui pemanfaatan fasilitas negara (mobil, gedung, dan kewenangan) secara diskriminatif, yang menguntungkan salah satu parpol. Selain itu, di pelosok pedesaan yang mayoritas penduduknya tidak terdidik, figur dan pilihan PNS akan menjadi referensi bagi pilihan masyarakat.
Pertukaran ekonomi politik antara partai/aktor politik (caleg) dan PNS dalam pemilu tidak saja menguntungkan sisi politik, tetapi juga PNS sendiri. Keberpihakan PNS dalam pemilu kepada parpol/caleg dibutuhkan untuk promosi dan karier jabatan. Dalam sistem birokrasi di Indonesia kini, di mana promosi dan karier jabatan tidak ditentukan oleh kompetensi dan kinerja, tetapi oleh afiliasi politik, netralitas PNS sulit ditegakkan. Hal inilah yang dapat menyumbangkan terjadinya blunder dalam pelaksanaan pemilu.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara mengatur secara tegas netralitas pegawai dalam pemerintahan. Pasal 3 UU No 43/1999 mengatur, (1) Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan; (2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ketentuan ini jelas melarang keberpihakan PNS dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan. Dalam praktik, tercatat ada tiga bentuk pelanggaran yang dilakukan PNS dan pejabat pemerintahan dalam pemilu. Pertama, penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki, antara lain menerbitkan aturan yang mewajibkan kampanye kepada bawahan, pengumpulan dana bagi parpol tertentu, pemberian izin usaha disertai tuntutan dukungan kepada parpol/caleg tertentu, penggunaan bantuan pemerintah untuk kampanye, mengubah biaya perjalanan dinas, dan memaksa bawahan membiayai kampanye parpol/caleg dari anggaran negara. Kedua, penggunaan fasilitas negara secara langsung, misalnya penggunaan kendaraan dinas, rumah dinas, serta kantor pemerintah dan kelengkapannya. Ketiga, pemberian dukungan lain, seperti bantuan sumbangan, kampanye terselubung, memasang atribut parpol/caleg di kantor, memakai atribut parpol/caleg, menghadiri kegiatan kampanye dengan menggunakan pakaian dinas dan kelengkapannya, serta pembiaran atas pelanggaran kampanye dengan menggunakan fasilitas negara dan perlakuan tidak adil/diskriminatif atas penggunaan fasilitas negara kepada parpol/caleg. Larangan penggunaan fasilitas pemerintah ini juga diatur dalam Pasal 84 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 41 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden.

Sebagai salah satu faktor kekuatan negara, peran dan fungsi PNS amat potensial dalam pemilu. Selain harus netral dari kepentingan parpol/caleg, partisipasi PNS dapat diwujudkan dalam beberapa hal. Pertama, PNS harus aktif menjadi pemilih dan memberikan sosialisasi kepada keluarga serta lingkungannya tentang pemilu. Keaktifan PNS dibutuhkan untuk memberi keyakinan tentang arti pentingnya pemilu kepada masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah golput. Apalagi kedudukan PNS sebagai pamong praja akan menjadi panutan masyarakat sekitarnya. Kedua, PNS harus menjadi juru kampanye pemerintah yang menyampaikan kepada masyarakat tentang kebijakan KPU dan aneka kebijakan negara dalam meningkatkan pengetahuan dan membangun partisipasi aktif masyarakat dalam pemilu. Ketiga, partisipasi aktif PNS diwujudkan dengan tidak menjadi partisan parpol/caleg dalam penyelenggaraan pemilu dan penyelenggaraan pemerintahan serta bertindak profesional dalam menjalankan tugas. Keempat, partisipasi aktif PNS juga diperlukan guna mendukung kesekretariatan KPU dan KPUD untuk melaksanakan berbagai tahapan pemilu legislatif dan pemilu presiden. Sebagai supporting staff KPU dan KPUD, profesionalisme PNS akan amat menentukan keberhasilan tiap tahapan, mulai dari sosialisasi, pendistribusian surat suara dan kotak suara, sampai penetapan pemenang. Demikian pula keterlibatan aktif PNS menjadi PPK, PPS, dan KPPS dimungkinkan dalam Pasal 41 UU No 10/2008, mengingat keterbatasan penduduk yang memiliki kualifikasi untuk dapat menjadi anggota panitia pemilu. Karena itu, netralitas dan profesionalisme PNS, terutama saat menjadi anggota panitia pemilu, akan amat menentukan keberhasilan pemilu.
Keberhasilan PNS dalam menyukseskan pemilu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap netralitas PNS. Karena itu, pemilu adalah momentum bagi PNS untuk memperbaiki citra profesionalisme dan netralitas PNS serta mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dalam jangka panjang, kepercayaan masyarakat akan meningkatkan pula terhadap pemerintah dan negara.


selengkapnya baca.....