PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 79 TAHUN 2007
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); -
3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pcmerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nornor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nornor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
6. Undang-Undang Nornor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4614);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4741);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara
Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4761);
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN
PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN
MINIMAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Urusan Pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan
kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan
mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka
melindungi, melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan masyarakat.
5. Urusan Wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan
dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundangundangan
kepada Daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional,
kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen
nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
6. Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintahan.
7. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal.
8. Indikator SPM adalah tolak ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM
tertentu, dapat berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan dasar.
9. Kemampuan dan potensi daerah adalah kondisi keuangan Daerah dan sumber daya
yang dimiliki daerah untuk menyelenggarakan urusan wajib pemerintahan daerah dan
dalam rangka pembelanjaan untuk membiayai penerapan SPM.
10. Rencana Pencapaian SPM adalah target pencapaian SPM yang dituangkan dalam
dokumen perencanaan daerah yang dijabarkan pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), RKPD, Renstra-SKPD, dan Renja-SKPD untuk digunakan
sebagai dasar perhitungan kebutuhan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan dasar.
11. Analisis Kemampuan dan potensi daerah adalah pengolahan terhadap data dan
informasi menyangkut kapasitas dan sumber daya yang dimiliki Daerah.
12. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau
lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai
hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.
13. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja
pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan
terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personal
(sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan
(input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup rencana pencapaian SPM, meliputi:
a. batas waktu Pencapaian SPM secara Nasional dan Jangka Waktu Pencapaian SPM di
Daerah;
b. pengintegrasian rencana pencapaian SPM dalam dokumen perencanaan dan
penganggaran;
c. mekanisme pembelanjaan penerapan SPM; dan
d. sistem penyampaian informasi rencana dan realisasi pencapaian target tahunan
Standar Pelayanan Minimal kepada masyarakat.
BAB III
RENCANA PENCAPAIAN SPM
Pasal 3
(1) Rencana pencapaian SPM di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM
secara Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah Daerah dalam menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM
mempertimbangkan:
a. kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar;
b. target pelayanan dasar yang akan dicapai; dan
c. kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik, prioritas daerah dan komitmen
nasional.
(3) Rencana pencapaian SPM di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM
dengan memperhatikan analisis kemampuan dan potensi daerah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(4) Rencana pencapaian dan penerapan SPM di daerah dilaksanakan secara bertahap
berdasarkan pada analisis kemampuan dan potensi daerah.
(5) Jangka waktu dan Rencana Pencapaian SPM yang ditetapkan oleh Daerah digunakan
untuk mengukur kepastian penyelenggaraan urusan wajib Daerah yang berbasis pada
pelayanan dasar dengan berpedoman pada ketentuan dalam Lampiran II Peraturan
Menteri ini.
Pasal 4
(1) Untuk menentukan gambaran kondisi awal rencana pencapaian dan penerapan SPM,
Pemerintah Daerah wajib menyusun, mengkaji dan menganalisis database profil
pelayanan dasar.
(2) Faktor kemampuan dan potensi daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2)
huruf c meliputi kepegawaian, kelembagaan, kebijakan, sarana dan prasarana,
keuangan, sumber daya alam dan partisipasi swasta/masyarakat.
(3) Faktor kemampuan dan potensi daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
digunakan untuk menganalisis:
a. penentuan status awal yang terkini dari pencapaian pelayanan dasar di Daerah;
b. perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan batas waktu
pencapaian SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisis standar belanja
kegiatan berkatian SPM, dan satuan harga kegiatan; dan
d. perkiraan kemampuan keuangan dan pendekatan penyediaan pelayanan dasar yang
memaksimalkan sumber daya daerah.
(4) Perkiraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (d), perlu mempertimbangkan:
a. pengalihan kemampuan keuangan, personil dan kelembagaan pemerintah daerah
dan unit kerja teknis, dari kegiatan yang tidak prioritas kepada kegiatan yang
prioritas berkaitan dengan SPM;
b. efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan di semua unit kerja/SKPD
dalam target pencapaian dan penerapan SPM yang lebih tinggi; dan
c. inovasi dalam pengaturan penyediaan pelayanan untuk menjangkau masyarakat
luas dan mutu yang lebih baik.
(5) Analisis Kemampuan dan Potensi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menggunakan instrumen evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
(1) Analisis Kemampuan dan Potensi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2), digunakan untuk menyusun skala prioritas program dan kegiatan terkait rencana
pencapaian dan penerapan SPM.
(2) Mekanisme penyusunan skala prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada Lampiran III Peraturan Menteri ini.
BAB IV
JANGKA WAKTU DAN TARGET PENCAPAIAN SPM DAERAH
Pasal 6
(1) Batas Waktu Pencapaian SPM menjadi batas waktu maksimal dari jangka waktu
rencana pencapaian dalam penerapan SPM di Daerah.
(2) Daerah dapat menetapkan rencana pencapaian dan penerapan SPM lebih cepat dari
batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala LPND sesuai dengan kemampuan dan
potensi yang dimiliki Daerah.
(3) Rencana pencapaian dan penerapan SPM dalam batas waktu tertentu dijabarkan
menjadi target tahunan pencapaian dan penerapan SPM.
(4) Target tahunan pencapaian dan penerapan SPM sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dituangkan dalam Renja SKPD, RKPD, KUA, PPA, RKA-SKPD dan DPA-SKPD.
(5) Penyusunan target tahunan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berpedoman pada Lampiran II Peraturan Menteri ini.
BAB V
PENGINTEGRASIAN RENCANA PENCAPAIAN SPM
DALAM DOKUMEN PERENCANAAN
Pasal 7
(1) Pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang dituangkan dalam
RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM.
(2) Rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menjadi salah satu
faktor dalam menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran
(PPA).
Pasal 8
(1) RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM menjadi pedoman penyusunan
Renstra SKPD, Renja SKPD, RKPD, KUA dan PPA.
(2) Program dan kegiatan dalam dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) telah mempertimbangkan rencana pencapaian SPM bagi urusan wajib pemerintahan
yang berbasis pada pelayanan dasar.
(3) Pengintegrasian rencana pencapaian SPM kedalam RPJMD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi lampiran yang tidak terpisah dari RPJMD.
(4) Pengintegrasian rencana pencapaian SPM kedalam RPJMD sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
Rencana tahunan pencapaian SPM yang dituangkan dalam Rencana Kerja SKPD disusun
berdasarkan Renstra SKPD, yang selanjutnya dibahas dalam forum Musyawarah
Perencanaan dan Pembangunan untuk dianggarkan dalam satu tahun anggaran dalam
RKPD.
Pasal 10
(1) Rencana pencapaian dan penerapan SPM merupakan tolok ukur tingkat prestasi kerja
pelayanan dasar pada urusan wajib Pemerintahan Daerah.
(2) Tolok ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu elemen dalam
penjabaran visi, misi, dan program prioritas Kepala Daerah.
(3) Tolok ukur tingkat prestasi kerja pelayanan dasar dalam pencapaian dan penerapan
SPM dimuat dalam program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah.
(4) Program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), disusun berdasarkan pembagian urusan pemerintahan dan disesuaikan dengan
tugas pokok dan fungsi SKPD.
BAB VI
MEKANISME PEMBELANJAAN PENERAPAN SPM
Pasal 11
Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati bersama antara kepala daerah
dengan pimpinan DPRD wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM.
Pasal 12
Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menjadi
dasar penyusunan RKA-SKPD dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran tahunan berdasarkan
tingkat prestasi kerja yang mengacu pada rencana pencapaian dan penerapan SPM.
Pasal 13
(1) Penyusunan RKA-SKPD program dan kegiatan yang terkait dengan pencapaian SPM
mengacu pada indikator kinerja, capaian atau target kinerja, analisis standar belanja,
dan satuan harga.
(2) RKA-SKPD yang disahkan oleh kepala SKPD menggambarkan secara rinci dan jelas
progam dan kegiatan dalam rangka pencapaian dan penerapan SPM.
BAB VII
PERENCANAAN DAN PEMBELANJAAN PENCAPAIAN SPM LINTAS DAERAH
Pasal 14
(1) Pengelolaan pelayanan dasar dan rencana pencapaian dan penerapan SPM yang
bersifat lintas daerah perlu disepakati bersama antar daerah dan dijadikan sebagai
dasar dalam perencanaan dan penganggaran kebutuhan masing-masing daerah.
(2) Pengelolaan pelayanan dasar dan rencana pencapaian dan penerapan SPM yang
bersifat lintas urusan perlu disepakati bersama antar SKPD terkait.
(3) Dalam rangka mencapai kesepakatan terkait pengelolaan dan perencanaan pencapaian
dan penerapan SPM lintas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diatur
dengan kerjasama antar daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengelolaan pelayanan dasar secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada prinsip keadilan, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 15
(1) Pendanaan yang berkaitan dengan rencana pencapaian dan penerapan SPM yang
merupakan tugas dan fungsi pemerintah dibebankan pada APBN.
(2) Pendanaan yang berkaitan dengan rencana pencapaian dan penerapan SPM yang
merupakan tugas dan fungsi pemerintah daerah dibebankan pada APBD.
BAB IX
PENYAMPAIAN INFORMASI PENCAPAIAN SPM KEPADA MASYARAKAT
Pasal 16
(1) Rencana pencapaian target tahunan SPM dan realisasinya merupakan bagian dari
LPPD, LKPJ, dan ILPPD.
(2) Rencana pencapaian target tahunan SPM dan realisasinya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipublikasikan kepada masyarakat.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17
(1) Pembinaan dan pengawasan umum atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintah
daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2) Pembinaan dan pengawasan dan penerapan SPM pemerintahan daerah kabupaten/
kota dikoordinasikan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah.
Pasal 18
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan pembinaan dan
pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah.
(2) Untuk mendukung penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah, Menteri/
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun petunjuk teknis yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
(3) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri, mendelegasikan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(4) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyampaian rencana
program dan kegiatan pembinaan dan pengawasan teknis atas penerapan dan
pencapaian SPM pemerintah daerah.
Pasal 19
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dalam melakukan
pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), dibantu oleh Inspektorat Jenderal
Departemen/Unit Pengawasan Lembaga Pemerintahan Non-Departemen.
(2) Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam pengawasan teknis atas penerapan
dan pencapaian SPM pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3), dibantu oleh Inspektorat Provinsi berkoordinasi dengan Badan
Pengawasan Daerah kabupaten/kota.
BAB XI
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 20
(1) Monitoring dan evaluasi umum terhadap kinerja penerapan dan pencapaian SPM
pemerintah daerah, dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dilakukan oleh Tim Konsultasi
Penyusunan SPM.
(2) Tim Konsultasi Penyusunan SPM menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi umum
kinerja penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kepada DPOD melalui Sekretariat DPOD.
(3) Hasil monitoring dan evaluasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipergunakan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sebagai bahan laporan
penerapan SPM kepada Presiden.
Pasal 21
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan monitoring,
evaluasi teknis terhadap kinerja penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah,
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Tim Konsultasi Penyusunan
SPM.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling
sedikit sekali setahun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
terkait.
Pasal 22
Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 dipergunakan pemerintah sebagai:
a. bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dalam pencapaian
SPM; dan
b. bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM, termasuk
pemberian penghargaan bagi pemerintah daerah yang berprestasi sangat baik.
Pasal 23
Mekanisme pelaporan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan teknis
tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM dituangkan dalam rencana kerja
Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
Penerapan Rencana Pencapaian SPM di daerah dilakukan paling lambat satu tahun setelah
penetapan SPM oleh Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2007
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
H. MARDIYANTO
LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 79 TAHUN 2007
TANGGAL : 28 Desember 2007
RENCANA PENCAPAIAN SPM BERDASARKAN PADA ANALISIS KEMAMPUAN
DAN POTENSI DAERAH
PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengamanatkan adanya
penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran baik pada pemerintahan nasional
dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan itu, Pemerintah Daerah wajib menyusun dokumen perencanaan
pembangunan daerah, baik untuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, serta rencana tahunan
(RKPD). Seiring dengan paradigma otonomi daerah telah banyak mengalami perubahan
yang mendasar, yang perlu diimplementasikan oleh daerah. Khususnya dokumen
perencanaan pembangunan seperti RPJMD yang lebih menitik beratkan pada visi, misi, dan
program prioritas Kepala Daerah terpilih dalam kurun waktu masa 5 (lima) tahun, yang akan
dijabarkan setiap tahunnya menjadi rencana kerja tahunan yang akan dialokasikan dalam
RKPD. Seiring dengan perubahan dimaksud, sebagai derivasi (turunan) dari pasal 11 ayat
(4) dan pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, telah lahir Peraturan
Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal (SPM), dan Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan SPM dan Penerapannya, serta sambil menunggu waktu diterbitkannya
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan yang mengacu dari Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004, sebagai revisi Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota,
yang mengacu dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Dalam integrasi perencanaan dan penganggaran pada pengelolaan keuangan daerah,
khususnya dalam APBD, bahwa penyelenggaran pemerintahan daerah berdasarkan atas
Urusan Wajib dan Urusan Pilihan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Namun dalam Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004, belum terlihat jelas pembagian urusan yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
kecuali hanya beberapa urusan yang bersifat lintas kabupaten/kota yang akan dilaksanakan
oleh Pemerintah Provinsi, sedangkan yang lain masih belum ada kejelasan. Sementara
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 dan Permendagri Nomor 6 Tahun 2007
dijelaskan bahwa Pemerintah wajib menyusun SPM dan penerapannya dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah. SPM tersebut disusun oleh Pemerintah berdasarkan Urusan Wajib
yang merupakan pelayanan dasar, yang merupakan bagian dari pelayanan publik.
Sedangkan Rancangan Permendagri selanjutnya yang telah dipersiapkan penyusunannya
adalah Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal
Berdasarkan Analisis Kemampuan dan Potensi Daerah.
KEMAMPUAN DAN POTENSI DAERAH
Analisis kemampuan dan potensi daerah disusun berdasarkan data, statistik dan informasi
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat khusus maupun umum.
Pengertian khusus dalam hal ini adalah data, statistik dan informasi yang secara langsung
terkait dengan penerapan SPM tertentu. Misalkan: data teknis, sarana dan prasarana fisik,
personil, alokasi anggaran untuk pelaksanaan SPM dimaksud. Sedangkan pengertian umum
dalam hal ini adalah data, statistik dan informasi yang secara tidak langsung terkait dengan
penerapan SPM tertentu namun keberadaannya menunjang pelaksanaan SPM secara
keseluruhan. Misalkan: kondisi geografis, kondisi demografis, pendapatan, sarana
prasarana umum dan sosial, dsb.
Potensi daerah yang dimaksud dalam hal ini mengandung pengertian ketersediaan sumber
daya yang dimiliki baik yang telah dieksploitasi maupun yang belum dieksploitasi yang
keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk menunjang pencapaian SPM. Sementara,
kemampuan daerah didefinisikan sebagai kemampuan keuangan daerah, dan seluruh
komponen di dalamnya seperti PAD dan dana perimbangan, yang dapat digunakan dalam
membiayai pencapaian SPM.
METODE ANALISIS
Dalam menyusun rencana pencapaian SPM, Pemerintah Daerah wajib menetapkan skala
prioritas yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi daerah. Beberapa metode yang
kita kenal dapat digunakan untuk menentukan skala prioritas salah satunya adalah metode
analisis SWOT.
Sebagai alat analisis yang sangat relevan digunakan, dan sangat mudah dilaksanakan,
SWOT mengenal 2 (dua) faktor independent yang selanjutnya disebut sebagai faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor inilah yang akan mempengaruhi pencapaian SPM
dan menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan rencana pencapaiannya.
Faktor internal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian SPM yang
berada/dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai Kekuatan (Strength} dan Kelemahan
(Weaknesses}. Kekuatan (Strength} dapat berupa ketersediaan anggaran, personil,
teknologi, dsb yang memadai atau mungkin berlebih. Kelemahan (Weaknesses} dapat
berupa ketersediaan anggaran, personil, teknologi, dsb yang tidak memadai atau mungkin
sangat kurang.
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian SPM yang
keberadaannya dari luar pemerintahan daerah tersebut sebagai Peluang (Opportunities} dan
Ancaman (Threats}. Peluang (Opportunities} adalah manfaat yang mungkin diterima oleh
pemerintah daerah berupa komitmen nasional, perjanjian dan konvensi internasional dsb
yang secara khusus menekankan pada upaya-upaya peningkatan kualitas SDM,
pengentasan kemiskinan, dsb. Ancaman (Threats} adalah kondisi di luar pemerintah daerah
yang keberadaannya dapat mengancam keberhasilan penerapan SPM seperti kurangnya
pengetahuan tentang pola hidup sehat, budaya asing yang tidak sesuai dengan norma dan
perilaku masyarakat, dsb.
Analisis dilakukan dengan cara memaksimalkan kekuatan untuk mengatasi ancaman dan
memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan. Hasil Analisis SWOT tersebut, akan
menggambarkan seberapa besar faktor internal yang merupakan kekuatan suatu daerah
dapat mendorong upaya pencapaian SPM, dan seberapa besar faktor internal yang
merupakan kelemahan suatu daerah yang dapat menghambat pencapaian SPM. Sebaliknya
hasil analisis akan menggambarkan seberapa besar faktor eksternal yang merupakan
peluang dapat dimanfaatkan untuk mendorong upaya pencapaian SPM, dan seberapa besar
faktor eksternal yang merupakan ancaman dari luar dapat menghambat upaya pencapaian
SPM.
PENENTUAN SKALA PRIORITAS DALAM PENYUSUNAN RENCANA
PENCAPAIAN SPM
Rencana pencapaian SPM yang merupakan strategi dalam menerapkan SPM, yang bukan
sebuah dokumen perencanaan tersendiri namun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
dokumen perencanaan pembangunan daerah dalam RPJMD.
Berkenaan dengan hal dimaksud analisis SWOT digunakan untuk menentukan skala
prioritas dari suatu program dan kegiatan. Pada setiap jenis pelayanan bisa saja terdapat 2
atau 3 progam yang menjadi skala prioritas dalam satu tahun anggaran dan setiap program
dapat dianalisis menjadi beberapa kegiatan yang menjadi prioritas dalam tahun yang sama,
sehingga pencapaian target dalam satu tahun anggran dalam satu program dapat tercapai
dari kumulatif pencapaian target beberapa kegiatan dalam program tersebut.
Untuk dapat melakukan analisis sebagaimana dimaksud di atas pemerintah daerah terlebih
dahulu menyusun tabel identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal, merujuk pada tabel
1. Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal inilah pemerintah daerah
dapat mengetahui kemampuan dan potensi daerah yang dimilikinya.
Penentuan skala prioritas terhadap program dan kegiatan yang telah disusun dilakukan
dengan cara memberikan nilai (bobot) terhadap masing-masing program dan kegiatan
berupa hasil analisis SWOT. Pemberian ranking berdasarkan nilai yang dimiliki sebuah
program menentukan prioritas pelaksanaan program tersebut. Semakin tinggi bobot maka
semakin tinggi pula prioritas program/kegiatan tersebut untuk dilaksanakan. Mekanisme
pembobotan merujuk pada tabel 2.
Meskipun analisis SWOT merupakan alat analisis utama dalam menentukan skala prioritas,
pemerintah daerah dapat mengunakan alat analisis lain sepanjang hal tersebut menunjang
analisis yang dilakukan atau mungkin mempertajam hasil yang didapatkan.
MENTERI DALAM NEGERI
ttd
H. MARDIYANTO
Ket: Lampiran II dan III belum discan
Memberikan pemulihan terhadap kekurangtahuan mengenai Pemerintahan, sebagai motor kedaulatan yang diberikan rakyat dalam kerangka demokrasi, mengatur hampir seluruh komponen kehidupan sehingga menjadi sebuah sistem yang kompleks
Tentang Medika
- MEDIKA HERMAWAN
- Bandung, jawa barat, Indonesia
- Mencoba memenuhi keingitahuan terhadap kegiatan Pemerintahan, dengan membahas hal-hal umum sampai yang mendetail mengenai kultur,struktur serta prosedur dalam proses penyelenggaraannya
Rabu, 02 Maret 2011
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar