Tentang Medika

Foto saya
Bandung, jawa barat, Indonesia
Mencoba memenuhi keingitahuan terhadap kegiatan Pemerintahan, dengan membahas hal-hal umum sampai yang mendetail mengenai kultur,struktur serta prosedur dalam proses penyelenggaraannya

Rabu, 02 Maret 2011

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2007

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 6 TAHUN 2007
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN DAN PENETAPAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan Standar Pelayanan Minimal;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4594);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PETUNJUK
TEKNIS PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN
MINIMAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
4. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan
kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan
mengurusnya, yang menjadi kewenangannya, dalam rangka melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
6. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan
dasar warga yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh Peraturan perundang-undangan
kepada daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional,
kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen
nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
7. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan
pemerintahan.
8. Standar pelayanan minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal.
9. Kriteria merupakan faktor-faktor penentu serta karakteristik dari jenis pelayanan dasar,
indikator dan nilai, batas waktu pencapaian, dan pengorganisasian penyelenggaraan
pelayanan dasar dimaksud.
10. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM,
berupa masukan, proses, keluaran, hasil dan/atau manfaat pelayanan dasar.
11. Pengembangan kapasitas adalah upaya meningkatkan kemampuan sistem atau sarana
dan prasarana, kelembagaan, personil, dan keuangan untuk melaksanakan fungsifungsi
pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar dan/atau SPM
secara efektif dan efisien dengan menggunakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang
baik.
12. Rencana pembangunan jangka menengah nasional yang selanjutnya disingkat RPJM
adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun anggaran.
13. Rencana pembangunan tahunan nasional yang selanjutnya disebut rencana kerja
pemerintah atau disingkat RKP adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1
(satu) tahun anggaran.
14. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJMD
adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun anggaran yang
menggambarkan target kuantitatif dan kualitatif penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
15. Rencana strategis satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disebut Renstra-
SKPD adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk periode 5
(lima) tahun anggaran.
16. Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan daerah.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal dimaksudkan
untuk memberikan acuan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen dalam menyusun dan menetapkan 5PM sesuai lingkup tugas dan
fungsinya.
(2) Petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal bertujuan
agar SPM yang disusun dan ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non-Departemen dapat diterapkan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3
Ruang lingkup penyusunan dan penetapan SPM oleh Menteri/Lembaga Pemerintah Non-
Departemen meliputi:
a. jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM;
b. indikator dan nilai SPM;
c. batas waktu pencapaian SPM; dan
d. pengorganisasian penyelenggaraan SPM.
Pasal 4
Penentuan jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf a mengacu pada kriteria :
a. merupakan bagian dari pelaksanaan urusan wajib;
b. merupakan pelayanan yang sangat mendasar yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal sehingga dijamin ketersediaannya oleh konstitusi, rencana jangka
panjang nasional, dan konvensi internasional yang sudah diratifikasi, tanpa
memandang latar belakang pendapatan, sosial, ekonomi, dan politik warga;
c. didukung dengan data dan informasi terbaru yang Iengkap secara nasional serta latar
belakang pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
pelayanan dasar sebagaimana dimaksud pada huruf b, dengan berbagai implikasinya,
termasuk implikasi kelembagaan dan pembiayaannya; dan
d. terutama yang tidak menghasilkan keuntungan materi.
Pasal 5
Penentuan indikator SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
menggambarkan:
a. tingkat atau besaran sumberdaya yang digunakan, seperti sarana dan prasarana, dana,
dan personil;
b. tahapan yang digunakan, termasuk upaya pengukurannya, seperti program atau
kegiatan yang dilakukan, mencakup waktu, lokasi, pembiayaan, penetapan, pengelolaan
dan keluaran, hasil dan dampak;
c. wujud pencapaian kinerja, meliputi pelayanan yang diberikan, persepsi, dan perubahan
perilaku masyarakat;
d. tingkat kemanfaatan yang dirasakan sebagai nilai tambah, termasuk kualitas hidup,
kepuasan konsumen atau masyarakat, dunia usaha, pemerintah dan pemerintahan
daerah; dan
e. keterkaitannya dengan keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin pencapaian SPM dapat
dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah secara berkelanjutan.
Pasal 6
Penentuan nilai SPM mengacu pada:
a. kualitas berdasarkan standar teknis dari jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada
SPM dengan mempertimbangkan standar pelayanan tertinggi yang telah dicapai dalam
bidang pelayanan dasar yang bersangkutan di daerah dan pengalaman empiris
tentang cara penyediaan pelayanan dasar yang bersangkutan yang telah terbukti dapat
menghasilkan mutu pelayanan yang hendak dicapai, serta keterkaitannya dengan SPM
dalam suatu bidang pelayanan yang sama dan dengan SPM dalam bidang pelayanan
yang lain;
b. cakupan jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM secara nasional dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan
kelembagaan dan personil daerah dalam bidang pelayanan dasar yang bersangkutan,
variasi kondisi daerah, termasuk kondisi geografisnya.
Pasal 7
(1) Batas waktu pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c
merupakan kurun waktu yang ditentukan untuk mencapai SPM secara nasional.
(2) Dalam menentukan batas waktu pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertimbangkan:
a. status jenis pelayanan dasar yang bersangkutan pada saat ditetapkan;
b. sasaran dan tingkat pelayanan dasar yang hendak dicapai;
c. variasi faktor komunikasi, demografi dan geografi daerah; dan
d. kemampuan, potensi, serta prioritas nasional dan daerah.
Pasal 8
(1) Pengorganisasian penyelenggaraan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d
mencakup tatacara penyusunan dan penetapan SPM serta pembinaan dan pengawasan
penerapannya.
(2) Dalam rangka pengorganisasian penyelenggaraan SPM sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen mengkoordinasikan
komponen-komponen di lingkungan Departemen/Lembaga Pemerintah NonDepartemen
masing-masing sesuai urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya.
(3) Dalam menyusun dan menetapkan pengorganisasian penyelenggaraan SPM,
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen berkoordinasi dengan Menteri
Dalam Negeri.
Pasal 9
Usulan SPM yang diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
dibuat dalam format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini.
BAB IV
PRINSIP PENYUSUNAN DAN PENETAPAN SPM
Pasal 10
Dalam menyusun dan menetapkan SPM, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen atau unit-unit kerja
yang ada pada departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan;
b. sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami;
c. nyata, yaitu memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan atau prosedur teknis;
d. terukur, yaitu dapat dihitung atau dianalisa;
e. terbuka, yaitu dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat;
f. terjangkau, yaitu dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis pelayanan dasar lainnya
dengan menggunakan sumber-sumber daya dan dana yang tersedia;
g. akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik; dan
h. bertahap, yaitu mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan keuangan,
kelembagaan, dan personil dalam pencapaian SPM.
Pasal 11
Prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipergunakan Tim Konsultasi
Penyusunan SPM dalam menyusun dasar-dasar pertimbangan dan catatan atas usulan SPM
yang disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
BAB V
TATACARA
Pasal 12
(1) Tatacara penyusunan dan penetapan SPM oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non-Departemen dilakukan sebagai berikut:
a. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun usulan SPM
jenis pelayanan dasar pelaksanaan urusan wajib dalam lingkup tugas dan fungsinya;
b. Usulan SPM yang disusun tersebut pada huruf a disampaikan kepada Tim
Konsultasi Penyusunan SPM yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk
dibahas kesesuaian dan kelayakannya serta keterkaitannya dengan SPM jenis
pelayanan dasar yang lain;
c. Tim Konsultasi Penyusunan SPM melakukan pembahasan atas usulan SPM yang
disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
bersama perwakilan Departemen/ Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang
bersangkutan;
d. hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan oleh Menteri
Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Otonomi Daerah kepada Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah melalui Sekretariat DPOD untuk mendapatkan rekomendasi; dan
e. berdasarkan rekomendasi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sebagaimana
dimaksud pada huruf d, usulan SPM disampaikan oleh Tim Konsultasi Penyusunan
SPM kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen untuk
ditetapkan oleh Menteri terkait sebagai SPM jenis pelayanan dasar yang
bersangkutan.
(2) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Peraturan
Menteri yang bersangkutan.
Pasal 13
Dalam menyusun usulan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a,
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau standar teknis yang
mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar yang bersangkutan;
b. menyelaraskan jenis pelayanan dasar yang bersangkutan dengan pelayanan dasar
yang tertuang dalam konstitusi, RPJM, RKP dan dokumen kebijakan nasional lainnya,
serta konvensi/perjanjian internasional yang telah diratifikasi;
c. menganalisa dampak, efisiensi, dan efektivitas dari pelayanan dasar terhadap kebijakan
dan pencapaian tujuan nasional;
d. menganalisa dampak kelembagaan dan personil penerapan SPM oleh pemerintahan
daerah;
e. mengkaji status pelayanan dasar saat ini, termasuk tingkat pencapaian tertinggi secara
nasional dan daerah;
f. menyusun rancangan SPM sementara;
g. menganalisa pembiayaan pencapaian SPM secara nasional dan daerah;
h. menganalisa data dan informasi yang tersedia;
i. melakukan konsultasi dengan sektor-sektor terkait dan daerah; dan
j. menggali masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok profesional terkait.
Pasal 14
Penyusunan rekomendasi penetapan SPM oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e mempertimbangkan:
a. status pencapaian kinerja nasional pelayanan dasar yang akan ditetapkan dalam SPM;
b. kemampuan kelembagaan, personil, dan penggunaan teknologi komunikasi dan
informasi serta sumber-sumber daya lain yang ada pada pemerintahan daerah dalam
pencapaian SPM pelayanan dasar;
c. kemampuan keuangan pemerintah dan pemerintahan daerah dalam melaksanakan
urusan wajib dengan SPM pelayanan dasar yang bersangkutan;
d. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan dasar
yang berpedoman pada SPM;
e. dasar pertimbangan pengajuan rancangan SPM pelayanan dasar yang bersangkutan
serta kondisi yang dihendaki melalui penerapannya;
f. sistem dan prosedur penyusunan SPM yang sekurang-kurangnya memuat tata cara:
1. pengolahan dan analisa data pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM; dan
2. penyampaian hasil analisa data pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM.
g. persyaratan teknis dan administratif bagi lembaga penyelenggara pelayanan dasar yang
berpedoman pada SPM, meliputi:
1. besaran dan rincian biaya pencapaian SPM;
2. jangka waktu pencapaian SPM; dan
3. hak dan kewajiban dari pihak penyelenggara SPM.
h. sinergitas penerapan serta pembinaan dan pengawasan SPM antar bidang urusan
wajib; dan
i. dokumen-dokumen perencanaan, meliputi:
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN); dan
2. Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Pasal 15
(1) Tim Konsultasi Penyusunan SPM melakukan pengkajian atas hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 13, dan Pasal
14.
(2) Pembentukan, keanggotaan, kedudukan, tugas dan fungsi Tim Konsultasi Penyusunan
SPM ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 16
(1) Bupati/Walikota menyusun dan menyampaikan laporan umum tahunan kinerja
penerapan dan pencapaian SPM kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
(2) Gubernur menyusun laporan umum tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM.
(3) Gubernur menyampaikan ringkasan laporan umum tahunan kinerja penerapan dan
pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Menteri
Dalam Negeri.
(4) Berdasarkan laporan umum tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3), Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi.
(5) Format laporan umum tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengacu pada Lampiran II Peraturan
ini.
Pasal 17
(1) Pemerintah daerah menyampaikan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan
pencapaian SPM kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
yang bersangkutan.
(2) Berdasarkan laporan teknis tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan
melakukan pembinaan dan pengawasan teknis penerapan SPM sesuai dengan
bidang urusan masing-masing.
(3) Format laporan teknis tahunan penerapan dan pencapaian kinerja penerapan dan
pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen tentang Petunjuk
Teknis Penerapan dan Pencapaian SPM.
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 18
(1) Monitoring dan evaluasi umum terhadap kinerja penerapan dan pencapaian SPM
pemerintah daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dibantu oleh Tim Konsultasi
Penyusunan SPM.
(2) Tim Konsultasi Penyusunan SPM menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi umum
kinerja penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada DPOD melalui Sekretariat DPOD.
(3) Hasil monitoring dan evaluasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipergunakan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sebagai bahan laporan
penerapan dan pencapaian SPM kepada Presiden Republik Indonesia.
Pasal 19
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan monitoring dan
evaluasi teknis terhadap kinerja penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah,
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Tim Konsultasi Penyusunan
SPM.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit
sekali dalam 1 (satu) tahun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen terkait.
Pasal 20
Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dan Pasal 20 dipergunakan pemerintah sebagai:
a. bahan masukan bagi pengernbangan kapasitas pemerintahan daerah dalam
pencapaian SPM; dan
b. bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM, termasuk
pemberian penghargaan bagi pemerintahan daerah yang berprestasi sangat baik.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Pembinaan dan pengawasan umum atas penerapan dan pencapaian SPM
pemerintahan daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2) Pembinaan dan pengawasan atas penerapan SPM pemerintahan daerah
kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah.
Pasal 22
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan pembinaan dan
pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah.
(2) Untuk mendukung penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah, Menteri/
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun petunjuk teknis yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri/ Pimpinan lembaga Pemerintah Non-Departemen.
(3) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri, mendelegasikan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah
kabupaten/kota.
(4) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi penyampaian rencana
program dan kegiatan pembinaan dan pengawasan teknis atas penerapan dan
pencapaian SPM pemerintahan daerah.
Pasal 23
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dalam melakukan
pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dibantu oleh Inspektorat Jenderal
Departemen/Unit Pengawas Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
(2) Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam melakukan pengawasan teknis atas
penerapan dan pencapaian SPM pernerintahan daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), dibantu oleh Inspektorat Provinsi berkoordinasi
dengan Inspektorat Kabupaten/Kota.
Pasal 24
Mekanisme pelaporan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan teknis
tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM dituangkan dalam rencana kerja
Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
BAB IX
PENGEMBANGAN KAPASITAS
Pasal 25
(1) Dalam rangka tindak-lanjut hasil monitoring dan evaluasi atas penerapan dan
pencapaian SPM pemerintahan daerah, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen berkewajiban melakukan pengembangan kapasitas untuk mendukung
penerapan dan pencapaian SPM.
(2) Pengembangan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melalui peningkatan
kemampuan sistem, kelembagaan, personil, dan keuangan, baik di tingkat pemerintah
maupun pemerintahan daerah.
(3) Fasilitasi pengembangan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa
pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan,
dan/atau bantuan lainnya.
Pasal 26
Fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diberikan dalam rangka:
a. penyusunan RPJMD yang memuat rencana penerapan dan pencapaian SPM dan
menuangkannya menurut skala prioritas dalam APBD;
b. penyusunan sistem monitoring dan evaluasi untuk mengukur kinerja SKPD dalam
penerapan dan pencapaian SPM secara nasional dan daerah;
c. pemberdayaan pemerintahan daerah untuk membangun kerjasama dan/atau kemitraan
antar daerah dan antara pemerintahan daerah dengan pihak swasta dan/atau
masyarakat dalam penerapan dan pencapaian SPM;
d. Penyusunan strategi agar pemerintahan daerah mampu mengembangkan penerapan
dan pencapaian SPM terpadu satu pintu;
e. Pengembangan inovasi dan kreativitas pemerintahan daerah dalam penerapan dan
pencapaian SPM;
f. Penyusunan kebijakan pemberian penghargaan bagi pemerintahan daerah untuk
meningkatkan kualitas penerapan dan pencapaian SPM; dan
g. Penyusunan sub sistem informasi penerapan dan pencapaian SPM bagi pemerintahan
daerah yang terintegrasi dengan sistem informasi manajemen pada pemerintah.
BAB X
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SPM
Pasal 27
(1) Penyusunan dan penetapan serta penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 didukung dengan sistem informasi
manajemen SPM.
(2) Sistem informasi manajemen SPM digunakan sebagai alat bantu dalam mengumpulkan,
mengolah, menyajikan, dan mempublikasikan data pendukung penyusunan dan
penetapan serta penerapan dan pencapaian SPM.
(3) Sistem dan sub sistem informasi manajemen SPM dibangun sesuai kerangka acuan
kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini.
(4) Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departernen dan pemerintahan provinsi
membangun sub-sistem informasi manajemen SPM yang terintegrasi dengan sistem
informasi manajemen SPM nasional pada Departemen Dalam Negeri.
BAB XI
PENDANAAN
Pasal 28
(1) Pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan,
monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sistem dan/atau
sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas untuk mendukung
penyelenggaraan SPM yang merupakan tugas dan tanggung-jawab pemerintah,
dibebankan pada APBN masing-masing Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
(2) Pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/pelaporan,
monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sub sistem
informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, yang merupakan tugas dan
tanggung-jawab pemerintahan daerah dibebankan pada APBD.
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen tentang SPM yang
diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan ini, agar disesuaikan dengan dan mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan SPM.
(2) Dalam rangka penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara teknis
berpedoman pada Peraturan ini.
(3) SPM yang ditetapkan oleh pemerintahan daerah dapat dilaksanakan sampai dengan
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun dan menetapkan
SPM yang baru sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan SPM dan Peraturan ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mulai berlaku, SPM yang disusun dan
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM dan Peraturan ini.
Pasal 31
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Pebruari 2007
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
H. MOH. MA’RUF, SE
LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 6 TAHUN 2007
TANGGAL : 7 PEBRUARI 2007
USULAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Departemen/LPND :
Urusan Wajib :
MENTERI DALAM NEGERI,
Ttd
H. MOH. MA’RUF, SE
LAMPIRAN II : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 6 TAHUN 2007
TANGGAL : 7 PEBRUARI 2007
PENYUSUNAN LAPORAN UMUM TAHUNAN
PENERAPAN DAN PENCAPAIAN SPM
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
Standar Pelayanan
No. Minimal
Jenis
Pelayanan
Dasar
Indikator Nilai
Batas Waktu
Pencapaian
(Tahun)
Satuan Kerja/
Lembaga
Penanggung-
Jawab
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Latar belakang memuat hal-hal yang berkaitan dengan alasan atau dasar
pertimbangan mengapa pemerintahan daerah memutuskan untuk
menerapkan SPM, selain karena perintah peraturan perundang-undangan.
B. DASAR HUKUM
Dasar hukum menyebutkan peraturan perundang-undangan yang
melandasi atau menjadi dasar penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah.
C. KEBIJAKAN UMUM
Kebijakan umum menggambarkan kebijakan umum daerah yang dimuat
dalam rencana penerapan dan pencapaian SPM yang dituangkan dalam
RPJMD.
D. ARAH KEBIJAKAN
Arah kebijakan menggambarkan orientasi dan komitmen yang telah
ditetapkan oleh pemerintahan daerah selama satu tahun anggaran dalam
rangka penerapan dan pencapaian SPM yang dituangkan dalam KUA.
BAB II PENERAPAN DAN PENCAPAIAN SPM
A. Bidang Urusan .........................................................
Bidang urusan diisi dengan bidang urusan wajib yang menjadi pangkal dari
munculnya pelayanan dasar yang telah ditetapkan SPM-nya oleh
Pemerintah.
1. Jenis Pelayanan Dasar
Jenis pelayanan dasar adalah jenis-jenis pelayanan dasar yang
diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang telah ditetapkan SPMnya
oleh Pemerintah.
2. Indikator dan Nilai SPM serta Batas Waktu Pencapaian SPM secara
Nasional.
3. Target Pencapaian SPM oleh Daerah
Target pencapaian adalah target yang ditetapkan oleh Pemerintahan
Daerah dalam mencapai SPM selama kurun waktu tertentu, termasuk
perhitungan pembiayaannya, dan membandingkannya dengan rencana
pencapaian SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Realisasi
Realisasi adalah target yang dapat dicapai atau di realisasikan oleh
Pemerintahan Daerah selama 1 tahun anggaran dan membandingkannya
dengan rencana target yang ditetapkan sebelumnya oleh pemerintahan
daerah yang bersangkutan.
a. Realisasi Pencapaian SPM Pelayanan Dasar X:
(i) Kontribusi Pemerintahan Daerah: ……………………
(ii) Kontribusi Swasta/Masyarakat : ……………………..
b. Realisasi Pencapaian SPM Pelayanan Dasar Y:
(i) Kontribusi Pemerintahan Daerah: ……………………
(ii) Kontribusi Swasta/Masyarakat : ……………………..
5. Alokasi Anggaran
Alokasi anggaran adalah jumlah belanja langsung dan tidak langsung
yang ditetapkan dalam APBD dalam rangka penerapan dan pencapaian
SPM oleh pemerintahan daerah, yang bersumber dari:
a. APBD;
b. APBN;
c. Sumber dana lain yang sah.
6. Dukungan Personil
Dukungan personil menggambarkan jumlah personil atau pegawai yang
terlibat dalam proses penerapan dan pencapaian SPM:
a. PNS;
b. Non-PNS.
7. Permasalahan dan Solusi
Permasalahan dan solusi menggambarkan permasalahan yang dihadapi
dalam penerapan dan pencapaian SPM, baik permasalahan eksternal
maupun internal, dan langkahlangkah penyelesaian permasalahan yang
ditempuh.
B. Bidang Urusan ………………………..
C. Bidang Urusan ………………………..
D. Bidang Urusan ………………………..
E. Bidang Urusan ………………………
BAB III PROGRAM DAN KEGIATAN
Program dan kegiatan yang terkait dengan penerapan dan pencapaian SPM.
BAB IV PENUTUP
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
H. MOH. MA’RUF, SE
LAMPIRAN III : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 6 TAHUN 2007
TANGGAL : 7 PEBRUARI 2007
KERANGKA ACUAN KERJA
SISTEM/SUB SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Departemen/LPND :
Pemerintah Daerah Provinsi :
I. Latar Belakang
Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
berlaku saat ini secara substansial memiliki beberapa perbedaan diperbandingkan
dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang hal yang sama. Selain dipenuhi dengan
tuntulan untuk menciptakan good governance yang bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme, UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mengamanatkan penciptaan sistem checks
and balances penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih berimbang, termasuk
hubungan pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini
semua tercermin dalam berbagai ketentuan yang diarahkan untuk meningkatkan
akuntabilitas publik dan penyelenggaraan otonomi daerah guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan instrumen
kebijakan negara untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas. Sebagai salah satu
penjabarannya, pemerintahan daerah diwajibkan untuk menerapkan standar pelayanan
minimal (SPM) dalam penyelenggaraan pelayanan dasar yang merupakan bagian dari
pelaksanaan urusan wajib untuk memenuhi kehutuhan dasar masyarakat.
Selain itu, SPM juga diposisikan untuk menjawab isu-isu krusial dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, khususnya dalam penycdraan pelayanan dasar yang bermuara
pada penciptaan kesejahteraan rakyat. Upaya ini sangat sesuai dengan apa yang
secara normatif dijamin dalam konstitusi sekaligus untuk menjaga kelangsungan
kehidupan berbangsa yang serasi, harmonis dan utuh dalam koridor Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Konsekwensi perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah sejak
diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian diubah menjadi UU Nomor
32 Tahun 2001, fungsi dan peran pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya semakin meningkat, termasuk
dalam penyelenggaraan pelayanan dasar. Pemerintah mendstribusikan berbagai urusan
pemerintahan kepada daerah, yang disebut urusan pemerintahan daerah, kecuali oleh
Undang-Undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Untuk dapat memonitor dan
mengevaluasi penyelenggaraan urusan tersebut dengan baik, khususnya
penyelenggaraan urusan wajib dalam bentuk pelayanan dasar yang telah ditetapkan
dalam SPM, perlu dikembangkan sistem informasi manajemen SPM yang baku, cepat,
tepat, komprehensif dan berkesinambungan serta berskala nasional dan provinsial.
Sistem yang demikian diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan data dan informasi
diberbagai tingkatan administrasi dalam rangka peningkatan efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan daerah, khusus penyampaian pelayanan dasar yang
berpedoman pada SPM.
SISTEM INFORMASI MANA]EMEN SPM
Sistem Informasi Manajemen SPM dirancang sebagai pola dan bagian dari mekanisme
pelaporan penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya penyelenggaraan
pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM oleh pemerintahan daerah
kabupaten/kota kepada pemerintahan daerah provinsi dan kemudian kepada
Pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri.
II. Permasalahan
Beberapa permasalahan dan hambatan yang selama ini dihadapi pemerintah,
pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota dalam
mengelola pelaporan antara lain adalah:
• Kepala daerah sulit untuk memperoleh gambaran dengan cepat, tepat dan
komprehensif mengenai kinerja kepala dinas, kepala biro, kepala badan dan kepala
unit kerja lainnya atas pelaksanaan urusan yang dilimpahkan kepada daerah.
Penyebabnya adalah belum ada format baku pelaporan serta belum ada sarana
sistem informasi manajemen yang dapat membantu mempercepat proses monitoring
dan evaluasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah tersebut.
• Laporan kepada pemerintah menjadi terlambat. Akibatnya pemerintah tidak bisa
secara cepat mengambil tindakan untuk pembinaan dan pengawasan ataupun
memberikan bantuan dan bimbingan dalam rangka penanganan permasalahan yang
dihadapi pemerintahan daerah.
• Kompilasi penilaian laporan memakan waktu yang cukup lama. Begitu banyak
laporan yang masuk dan harus di baca satu persatu, untuk diringkaskan hal-hal
pentingnya, termasuk indikator-indikator kinerjanya. Hal ini disebabkan karena belum
adanya sistem penanganan pelaporan yang terintegrasi dan terotomatisasi.
• Tidak tersedianya data dan informasi, balk bagi pemerintah, pemerintahan daerah,
pelaku ekonomi atau pebisnis, maupun bagi masyarakat mengenai berbagai aspek
atau dimensi penyelenggaraaan pemerintahan dan pemerintahan daerah, seperti
tidak tersedianya data dan informasi mengenai potensi dan kondisi daerah dalam
rangka investasi dan pembangunan daerah. Kemudian, tidak tersedianya data dan
informasi kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun yang bersangkutan
mengenai urusan tersebut.
PRESIDEN
RI
Gubernur
Bupati/
Walikota
Bupati/
Walikota
Mendagri (Tim
Konsultasi)
Bupati/
Walikota
Bupati/
Walikota
Gubernur
Pimpinan LPND
Menteri-Menteri
Lainnya
III. Dasar Hukum
Dasar hukum kegiatan pengembangan sistem pelaporan dan evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah antara lain adalah sebagai berikut:
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
• Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
• Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
• Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan SPM.
• Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
• Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
IV. Maksud dan Tujuan
Maksud pembangunan sistem informasi Manajemen SPM pemerintahan daerah adalah:
• Membantu kepada daerah dalam mengolah dan menyajikan laporan kinerja
pemerintahan daerah dalam penerapan dan pencapaian SPM dan
menyampaikannya kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi kabupaten
kota dan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi propinsi.
• Mempermudah Pemerintahan Provinsi dan Pemerintah c.q. Departemen Dalam
Negeri untuk memperoleh laporan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
dalam penerapan dan pencapaian SPM serta melaksanakan evaluasi atas laporan
tersebut.
• Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintahan propinsi dan
pemerintah serta antar pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sedangkan tujuan pembangunan sistem informasi Manajemen SPM pemerintahan
daerah adalah untuk membangun sistem pelaporan penerapan dan pencapaian SPM
yang dapat diintegrasikan kedalam sistem pelaporan untuk pengembangan kebijakan
lebih lanjut sekaligus mendukung Kepala Daerah dalam penyajian laporan kinerja
penerapan dan pencapaian SPM oleh Pemerintahan Daerah, serta mendukung
Departemen Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi atas laporan tersebut.
V. Ruang Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan ini meliputi pembangunan aplikasi yang mengikuti spesifikasi sebagai berikut:
1. Paket Aplikasi:
Aplikasi harus dapat dioperasikan pada operating system Windows 2000 atau XP
Professional, dan menggunakan teknologi berbasis WEB, (ASP, NET, PHP, Java
atau yang lain).
Aplikasi ini bisa beroperasi pada single user atau personal computer yang telah ada.
Apabila diperlukan, bisa juga dioperasikan pada multi-user atau jaringan komputer.
2. Struktur Aplikasi:
Aplikasi ini mempunyai struktur seperti dimaksud pada Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dimana bisa dijabarkan sebagai berikut:
a. Umum: menjabarkan hal-hal yang bersifat umum dari suatu daerah, misalnya
kelemhagaan, kondisi keuangan, struktur organisasi dan tata kerja dan perangkat
legislatif.
b. Desentralisasi urusan wajib: menjabarkan tentang urusan-urusan wajib yang
telah dilimpahkan oleh pemerintah kepada pemerintahan daerah terutama
urusan wajib yang terkait dengan penyediaan pelayanan dasar
c. Menggambarkan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) pemerintahan daerah.
3. Aplikasi ini mempunyai kemampuan level security dengan menggunakan password
untuk masing-masing tingkatan pemakai.
VI. Hasil Yang Diharapkan
Sasaran dari kegiatan pengembangan sistem dan evaluasi laporan daerah ini antara lain
adalah:
• Tersedianya sistem dan prosedur serta manual pelaporan penerapan dan
pencapaian SPM.
• Tersedianya aplikasi sistem informasi manajemen SPM kualitatif.
• Tersedianya aplikasi sistem informasi manajemen SPM kuantitatif.
• Tersedianya aplikasi sistem informasi manajemen SPM Online Analytical Processing
(OLAP) untuk pengambilan keputusan oleh pemerintah dan pemerintahan daerah.
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
H. MOH. MA'RUF, SE.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar